-->

Ad Unit (Iklan) BIG

Snouck Hurgronje Dan Aktivitas Spionasenya Di Indonesia

Posting Komentar
Snouck Hurgronje Dan Aktivitas Spionasenya Di Indonesia - Perjuangan untuk mewujudkan kemerdekaan hingga mempertahankan kemerdekaan bukanlah perjalanan singkat sesingkat membaca kisah sejarah. Tetapi lebih sebagai perjalanan panjang yang melelahkan hingga harus memakan banyak korban dan pengorbanan.

Pengorbanan para ulama dan santri di masa lalu itu, ternyata bukan sekedar memperkaya diri dengan ilmu yang menuntut waktu tetapi berbarengan dengan itu, berjuang merebut penguasaan atas wilayah yang akan dijadikan pengembang ilmu dan mengamalkannya di masa depan.




Besarnya pengaruh ulama dan santri ini, ternyata tidak lagi dipandang sebelah mata oleh musuh, bahkan musuh yang menjajah negeri ini sering kewalahan bila berhadapan dengan dengan kaum ulama dan santri ini, baik ketika adu argumen maupun ketika harus berhadap-hadapan dimedan tempur.
Baca Juga : Ajaran Sunan Ampel Yang Membumi Di Tanah Jawa 
Bukan hanya belanda yang menganggap bahwa kekuatan dan gerakan dari ulama dan santri ini tidak bisa diremehkan dengan dipandang hanya oleh sebelah mata, namun ketika pasukan nipon datangpun mengalami hal yang sama. Bahwa ulama dan santri adalah kekuatan yang sangat komplek dan sulit ditelisik kelemahannya.

Oleh karena itulah strategi lain di butuhkan demi melumpuhkan kekuatan ulama dan santri yang super kompleks ini. Dari sinilah spionase dimulai. Belanda dengan tokoh Snouck Hurgronjenya sementara jepang dengan Abdul Hamid Ono.

Snouck Hurgronje Dan Aktivitas Spionasenya Di Indonesia

Snouck Hurgronje, orang Belanda yang lahir 1857 serta meninggal dunia 1936 ini tidak demikian asing di telinga kebanyakan orang Indonesia, utamanya yang menekuni perjalanan sejarah islam Indonesia. Menjadi penasihat penjajah Hindia-Belanda tentang agama-agama Islam, Snouck mempunyai banyak catatan-catatan khusus tentang Islam serta umatnya, termasuk juga pergerakan-pergerakan nasional yang dijalankan oleh ulama pesantren menantang penjajah.



Bahkan juga, Snouck sempat diutus oleh Hindia-Belanda untuk memata-matai kegiatan beberapa ulama serta guru besar asal Nusantara yang tengah mengajar di tanah Hijaz (Makkah serta Madinah). Dia bertindak seperti agen intelijen. Interaksinya dengan umat Islam menghasilkan catatan-catatan khusus untuk dijadikan bahan info terpenting buat Hindia-Belanda.
Baca Juga : Hubbul Wathan Minal Iman ala Sultan Hamengku Buwono IX
Dalam info yang diutarakan KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001), Snouck Hurgronje ialah seseorang Kristen sebagai penasihat Hindia-Belanda tentang semua hal mengenai agama Islam. Yang menarik, Kiai Saifuddin mengutamakan bahwa biarpun pengetahuan Snouck megenai Islam banyak sekali, dia tidak dapat digolongkan sebagai santri sewaktu bertahun-tahun tengah pelajari agama Islam.

Pengetahuannya mengenai Islam cuma diperuntukkan untuk kebutuhan spionase penjajah Belanda. Diluar itu, ilmunya tentang Islam pun tidak diorientasikan untuk kebutuhan dakwah kelanjutan seperti tanggung jawab santri. Mungkin, Snouck cukuplah berjasa dalam ilmu dan pengetahuan sejarah sebab catatan-catatan historisnya memberi banyak kabar bernilai berkaitan sejarah-sejarah Islam di jaman dulu.

Pengetahuannya mengenai Islam jadikan dia diangkat menjadi Guru Besar Islamologi pada Kampus Leiden Belanda. Satu saat, dia sempat menyamar di Makkah menjadi dokter mata serta tukang potret dengan menggunakan nama samaran Abdul Ghofur.

Hal tersebut dikerjakan sebab pekerjaannya untuk melumpuhkan kemampuan umat Islam Indonesia sehubungan perlawanan umat ini pada kekuasaan Belanda dimana-mana. Terutamanya saat Belanda cukuplah kelabakan melawan perang Aceh, perang Diponegoro, perang Imam Bonjol.



Dari maksud spionesnya itu, kelompok pesantren begitu keberatan jika Profesor Belanda ini dikelompokkan menjadi santri. Panggilan santri untuk Snouck muncul saat ia dipandang banyak berhubungan dengan ulama, belajar Islam, serta lakukan banyak catatan mengenai agama Islam. Akan tetapi, aktivitasnya itu tidak berbeda tercampur dengan tujuan-tujuan politik kekuasaan Hindia Belanda.

Dalam perihal ini, jelas jika santri ialah mereka yang belajar ilmu-ilmu agama Islam dengan kemauan untuk mengamalkan pengetahuan yang dia yakini kebenarannya. Bahkan juga, santri akan meningkatkan ilmunya untuk maksud membela serta meningkatkan Islam dengan benar dan baik lewat rujukan-rujukan kitab otoritatif.

Dalam beberapa catatan sejarah saat Indonesia terjajah, umat Islam terutamanya kelompok pesantren sering bergesekan dengan penjajah sebab sikapnya yang tidak ingin kalah begitu saja. Bahkan juga, pesantren jadi wadah gerakan nasional untuk membebaskan diri dari kungkungan penjajahan.

Hubungan kelompok pesantren dengan intensitas cukuplah masif berlangsung waktu Indonesia dijajah oleh Nippon atau Jepang. Perihal ini dikarenakan, Jepang memiliki perhatian spesial pada peranan terpenting beberapa tokoh Islam di Indonesia. Sama seperti saat Hindia Belanda menugasi Snouck Hurgronje.

Untuk menindaklanjuti sorotannya pada beberapa kiai serta tokoh umat Islam, Jepang tempatkan beberapa perwira Muslim untuk menempel banyak tokoh Islam menjadi agen inteligen Jepang (Beppan). Beberapa intel ini bukan sekedar mengamati gerak-gerik banyak tokoh Islam, tapi juga sering ikuti forum-forum pengajian.
Baca Juga : Perkembangan serta Perubahan Islam Di Australia
Sebutlah saja Haji Saleh Suzuki serta Abdul Mun'im Inada. Nama paling akhir miliki pekerjaan memepet Habib Ali Al-Habsyi Kwitang. Saat Jepang datang, Inada langsung berkunjung ke Habib Ali dibarengi Kolonel Horie, perwira Jepang yang ditugaskan mengurus masalah Islam di Indonesia. (Buku Seri Tempo: Wahid Hasyim, Tokoh Islam di Awal Kemerdekaan, 2011)

Salah seseorang perwira Muslim Jepang adalah Nobuharo Ono yang memiliki nama Muslim Abdul Hamid Ono. Dia bekerja mengamati KH Hasyim Asy’ari yang dipandang oleh Jepang menjadi tokoh Muslim yang memiliki dampak besar di kelompok rakyat Indonesia.

Akan tetapi berjalannya waktu seperti dijelaskan H. Aboebakar dalam bukunya, Sedjarah Hidup Wahid Hasjim (2011) pastikan peranan terpenting Abdul Hamid Ono dalam buka pintu komunikasi serta diplomasi supaya KH Wahid Hasyim, putra sulung Hadratussyekh Hasyim Asy’ari, bersama dengan KH Wahab Chasbullah bisa menjumpai pembesar-pembesar Negeri Samurai di Jakarta.

Pada akhirnya komunikasi serta diplomasi yang dikerjakan oleh kedua-duanya membawa hasil dengan dikeluarkannya Hadratussyekh Hasyim Asy’ari dari terali besi oleh pihak Jepang pada 18 Agustus 1942, empat bulan sesudah Hadratussyekh digelandang dari Pondok Pesantren Tebuireng.

Dalam keadaan menjajah atau perang, praktek spionase memang sering dikerjakan. Akan tetapi, praktek ini tidak selama-lamanya membawa hasil sebab beberapa ulama lebih cerdas. Walau beberapa mata-mata mengerti bahasa Arab, kiai di kelompok pesantren lebih mengerti bahasa Arab, termasuk juga ungkapan serta peribahasanya dari kata per kata hingga taktik perlawanan tidak gampang untuk dimengerti sang pelaksana spionase.



Bilakah perjuangan ulama dulu, begitu mati-matian tanpa memikirkan tanda jasa yang akan disematkan, bahkan tidak terpikirkan masalah kemegahan duniawi, demi keutuhan negeri dalam bingkai NKRI, maka hari ini para pengisi kemerdekaan dituntut untuk berjuang sekuat-kuatnya untuk mengisi kemerdekaan ini dengan inovasi dan kreasi agar bisa menyalip atau minimal bersanding dengan negara-negara yang sudah sangat maju itu.

Selamat hari santi, semoga setiap kiraban yang lesatkan menghasilkan buah kecintaan kepada negeri ini dihati kaum muda yang akan menjadi penerus perjuangan dimasa depan bangsa ini. Amiin.

Asep Rois
Informasi yang disampaikan dalam setiap postingan di blog ini memiliki kemungkinan untuk keliru dari yang sebenarnya. Sebaiknya lakukan koreksi sebelum mengambil isinya.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter