-->

Ad Unit (Iklan) BIG

Hakikat Kemerdekaan Menurut Gus Dur

Posting Komentar
Hakikat Kemerdekaan Menurut Gus Dur

Salam, berjumpa lagi disini, mudah-mudahan kita semua selamanya diberi kesehatan dan keberkahan hidup, baik lahir maupun batin. Ok, pada artikel kali ini akan membawakan tema bahasan  tentang perdamaian, Hakikat Kemerdekaan Menurut Gus Dur, Ayo kita kaji isi selengkapnya...!


Presiden ke-4 RI, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur secara tegas mengungkap tujuh poin alasan mengapa saat itu bangsa Indonesia kudu merdeka dari tangan penjajah pada aliran pernyataan-pernyataan. Tujuh poin pernyataan ini tidak hanya dimaksudkan Gus Dur untuk menelaah kembali arti kemerdekaan yang telah diraih bangsa Indonesia, tetapi juga sebagai alas dengan pijakan melangkah bagi Indonesia.

Hakikat kemerdekaan yang diungkapkan Gus Dur juga asosiasi tidak terjajah oleh beragam ‘baju kotor’ yang terus menggelayuti rakyat Indonesia pada aliran kolonialisme modern berbalut agama, radikalisme global, penolakan terhadap tradisi dengan budaya, intoleransi, kapitalisme, pencekik rakyat kecil, reduksi moralitas, dengan perilaku korup.

Tujuh poin ini diungkapkan oleh Gus Dur saat memandu diskusi pada Forum Demokrasi (Fordem) pada 8 Agustus 1991 silam untuk memperingati HUT ke-46 Republik Indonesia. Dokumen tersebut dimuat di Majalah AULA Nahdlatul Ulama.

Menurut Gus Dur, kemerdekaan yang diproklamasikan oleh para founding fathers dapat terwujud karena setidaknya kudu menyatakan beberapa keadaan mendasar yang menjadi unsur-unsur utamanya. Hal ini juga sebagai alasan elementer bangsa Indonesia untuk melangkah ke depan sebagai modal moral, spiritual, maupun material. Berikut tujuh pernyataan tersebut:

Pernyataan pertama, kemerdekaan lebih melahirkan proses perjuangan menentukan nasib sendiri daripada keadaan yang bebas dari segala soal, kesulitan, dengan hambatan. Pada tanggal 18 Agustus 1945, bangsa dengan negara Indonesia menjamin pada Undang-Undang Dasar (UUD)-nya bahwa sistem yang menghambatnya (penjajahan) tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dengan peri-keadilan.

Pernyataan kedua, kemerdekaan adalah hak. Hak yang mendasar bagi setiap manusia. Karena itu, kudu dijamin pada berjiwa kemasyarakatan, terutama pada berjiwa berbangsa dengan bernegara. Sejak 17 Agustus 1945 sampai dengan 17 Agustus 1959, perangkat berjiwa kebangsaan dengan kenegaraan Indonesia disusun dengan digunakan sedemikian rupa sehingga kemerdekaan justru terancam oleh tindakan sewenang-wenang (license).

Pernyataan ketiga, musuh kemerdekaan bukanlah adikara asosiasi dengan negara. Melainkan kesewenang-wenangan (license) pada mengguna adikara itu. Tergantung dari lapisan dengan penggunaannya, kuasa kemasyarakatan dengan kenegaraan bisa mempersempit dengan memperbesar peluang bagi kemerdekaan. Dari 17 Agustus 1959 sampai Maret 1966, lapisan kuasa kemasyarakatan dengan kenegaraan begitu terpusat di satu tangan seorang pemimpin, sehingga kemerdekaan tidak saja tertekan, tetapi juga telah mengakibatkan malapetaka kemiskinan dengan kekerasan.

Pernyataan keempat, kemerdekaan mensyaratkan lapisan dengan penggunaan kuasa kemasyarakatan dengan kenegaraan tertentu. Semakin terpusat kuasa itu di satu tangan, semakin tak berfungsi kemerdekaan sebagai kaidah berjiwa kemasyarakatan. Sejak Maret 1966, lapisan kuasa kemasyarakatan dengan kenegaraan kita sudah disebar meskipun kudu diakui bahwa penyebaran itu masih sangat terbatas.

Pernyataan kelima, kemerdekaan sulit bertahan bahkan pada lapisan kuasa kemasyarakatan dengan kenegaraan yang terpusat di beberapa tangan. Beberapa tahun belakangan ini, kurang berfungsinya kemerdekaan makin disadari sebagai biang keladi beragam kesulitan, seperti lambatnya laju produktivitas, mutu produk yang kurang memadai, meski daya cipta asosiasi dengan daya kerja aparat adikara yang rendah.

Pernyataan keenam, kemerdekaan semakin berfungsi pada lapisan kuasa kemasyarakatan dengan kenegaraan yang tersebar dengan maksimal. Karena itu, risiko ancaman kesewenang-wenangan memang sangat tinggi. Tapi ini mungkin bisa dicegah oleh jaminan persamaan benar bagi semua. Bila pengalaman asosiasi dengan negara lain di dunia begitu diperhatikan, maka nyatalah bahwa kemerdekaan (liberty) selalu berdekatan dengan rasa persaudaraan senasib sepenanggungan (fraternity), dengan persamaan benar (equality). Semua ini bukan barang jadi. Tetapi kudu diramu, dipelihara, dengan dikembangkan secara tekun terus menerus.

Pernyataan ketujuh, kemerdekaan paling mungkin berfungsi pada suatu pengelolaan berjiwa asosiasi dengan negara yang secara seimbang menghubungkannya dengan perasaan senasib sepenanggungan dengan persamaan hak. Upaya yang tak habis-habis pada memelihara keseimbangan ini bisa disebut demokrasi. Di mana kemerdekaan berjiwa dengan tanggung jawab yakni keseimbangan dengan persamaan benar bagi semua, serta dengan perasaan senasib sepenanggungan. Mencapai keseimbangan ini adalah tugas asosiasi dengan bangsa Indonesia sejak sekarang.

Tujuh pernyataan Gus Dur tersebut menjelaskan tentang hakikat kemerdekaan yang dipotret secara historis lalu dikontekstualisasikan dengan jalan zaman sehingga bersifat reflektif. Kemerdekaan bukan hanya langkah awal membangun kemanusiaan yang beradab, tetapi juga mewujudkan kemakmuran dengan keadilan sosial, baik pada skala nasional maupun global.

Begitulah pembahasan perihal Hakikat Kemerdekaan Menurut Gus Dur mudah-mudahan artikel ini berfaedah bagi kita bersama. Terimakasih atas kunjungannya dan sampai bertemu kembali.
Tulisan ini telah ditayangkan di : http://wahidfoundation.org/index.php/news/detail/Hakikat-Kemerdekaan-Menurut-Gus-Dur

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter