-->

Ad Unit (Iklan) BIG

Sejarah Asal Usul Kedatangan Wali Songo Di Nusantara

Posting Komentar
Sejarah Asal Usul Kedatangan Wali Songo Di Nusantara - Wali songo yang kita kenal sebagai penyebar agama Islam di Pulau Jawa abad ke-14 Masehi, telah menjadi bagian yang tidak dipisahkan dari karakteristik islam yang ada di nusantara.

Para wali ini mendiami tiga wilayah penting di sepanjang pantai utara Pulau Jawa, yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Wali Songo merupakan para mubaligh yang berdakwah menyampaikan syari'at Islam dan sering juga disebut oleh para pengikutnya dengan dengan sebutan Waliyullah yang berarti 'wakil Allah’.

Kemudian kata "songo" berasal dari bahasa Jawa yang berarti sembilan. Oleh karena itu wali songo bisa diberi arti wali sembilan. Selain gelar wali mereka juga memiliki gelar “sunan”. Ada dua pandangan mengenai arti kata "Sunan" ini, ada yang mengatakan bahwa Sunan berasal dari kata Susuhunan yang artinya “yang dijunjung tinggi” atau panutan masyarakatnya. Ada juga yang berpendapat bahwa kata Sunan berasal dari kata Suhu Nan, artinya orang yang berilmu tinggi atau Guru Besar.

Mengenai asal usulnya ada dua teori yang menjelaskan dari asal kedatangan para wali ini ke nusantara dan dinggal menjadi para mubalig yang sukses mengislamkan pulau jawa. 2 Teori tersebut adalah teori haromaut dan teori Cina.

Sejarah Asal Usul Kedatangan Wali Songo Di Nusantara

Teori Hadramaut

Hadramaut adalah nama salah satu kota di Yaman, dimana kota ini menjadi dasar lahirnya teori hadramaut, karena para wali yang berdakwah di pulau jawa ini berasal dari sana. Kendatipun begitu ada juga yang berpandangan bahwa para wali ini dari Asia Tengah tepatnya dari Samarkand, ada juga yang mengatakan dari Champa, karena awal kedatangan Maulana Malik Ibrahim adalah dari Champa. Tetapi, menurut para ahli sejarah Samarkand dan Champa hanyalah jalur penyebaran dakwah saja, tidak bisa disebut sebagai muasal mereka.

Para mubalig yang disebar ini kebanyakan memiliki duriyah (turunan) langsung dari Rosulullah SAW. yang sering di sebut Sayyid atau Syarif.

Dalam buku Thariqah Menuju Kebahagiaan yang ditulis oleh Muhammad al-Baqir memuat beberapa argumentasi yang mendukung pandangan bahwa Wali Songo ini merupakan keturunan dari Hadramaut.
Baca Juga : Asal Usul Islam Masuk Ke Nusantara
Ada juga orang Belanda yang mengadakan risetp pada tahun 1884-1886 M yang bernama L.W.C Van Den Berg dalam bukunya yang berjudul Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans L’archipel Indien (1886) mengatakan:

Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad al-Baqir dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, cukup mendukung bahwa wali songo adalah keturunan Hadramaut (Yaman). Selain itu, L.W.C Van Den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout Et Les Colonies Arabes Dans L’archipel Indien (1886) mengatakan:

”Adapun hasil yang nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari para Sayyid atau Syarif. Dengan perantara mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid atau Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid atau Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”

Dalam buku yang sama (hal 192-204) Van Den Berg juga menuliskan bahwa :
”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampur dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atas. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramaut membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya.”

Abad ke-15 merupakan abad kedatangan para wali ke Pulau Jawa sekaligus sebagai abad kelahiran dari sebagian besar wali songo di pulau Jawa. Hal itu dinyatakan secar eksplisit oleh Van Den Berg. Kemudian abad ke-18 merupakan masa kedatangan gelombang selanjutnya, yaitu kaum Hadramaut dari marga Assegaf, Al-Habsyi, Al-Hadad, Alaydrus, Al-Attas, Al-Jufri, Syihab, Syahab, dan banyak marga Hadramaut lainnya.

Seperti halnya di Indonesia, hingga saat ini sebagian besar muslim Hadramaut bermadzhab Imam Syafi'i. Madzhab Syafi'i ini juga berkembang di Sri Langka, Malaysia dan pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar).

Madzhab Syafi’i dalam corak tasawuf serta penghormatannya kepada Ahlul Bait terlihat khas dalam pengamalannya. Perayaan Maulid Nabi umpamanya, membaca Diba’, Barzanji, doa Nur Nubuwwah dan beragam Shalawat Nabi, serta amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Malabar, Mesir, Gujarat, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia serta Indonesia.

Fathul Muin karangan Zainuddin al-Malabary dari Malabar adalah kitab fiqh madzhab Syafi’i yang sangat populer di Indonesia, Isi yang dimasukkan dalam kitab tersebut adalah pendapat-pendapat dari golongan Fuqaha dan Sufi. Hal itu mengindikasikan bahwa ada kesamaan sumbernya yaitu Hadramaut, sebab Hadramaut merupakan sumber pertama dalam perjalanan sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi’i, tasawuf dan memberikan penghormatan besar kepada Ahlul Bait (golongan dari keturunan Nabi SAW).
Baca Juga : Sejarah Perkembangan Islam Di Asia Tenggara

Teori Keturunan China (Hui) 

Sejarahwan Slamet Muljana mengundang bahasan pro-kontra dalam buku: Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan mengatakan jika wali songo ialah keturunan Tionghoa Muslim. Opini itu mengundang reaksi keras penduduk yang memiliki pendapat jika wali songo ialah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sudah sempat melarang terbitnya buku itu.

Referensi-referensi yang mengatakan jika wali songo datang dari keturunan Tionghoa sampai sekarang ini masih tetap jadi perihal yang polemis. Rujukan yang disebut cuma bisa ditest lewat sumber akademik yang datang dari Slamet Muljana, yang mengacu pada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang selanjutnya mengacu pada seorang yang bernama Resident Poortman. Akan tetapi, Resident Poortman sampai saat ini belumlah bisa diketahui identitasnya dan kredibilitasnya menjadi sejarahwan, umpamanya jika dibanding dengan Snouck Hurgronje serta L.W.C. Van Den Berg.



Sejarahwan Belanda saat ini yang banyak membahas riwayat Islam di Indonesia yakni Martin Van Bruinessen, bahkan juga tidak sempat sekali juga menyebutkan nama Poortman dalam buku-bukunya yang disadari begitu detil serta banyak jadikan rujukan. Salah satunya penjelasan atas tulisan H.J. De Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in The 15th and 16th Centuries ialah yang ditulis oleh Russell Jones.

Disana, dia menyangsikan juga mengenai kehadiran seseorang Poortman. Jika orang itu ada serta bukan bernama lainnya, semestinya bisa dengan gampang dibuktikan mengingat ceritanya yang cukuplah komplet dalam tulisan Parlindungan. Masa wali songo ialah masa berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara serta digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka ialah lambang penyebaran Islam di Indonesia, terutamanya di Jawa. Pasti banyak tokoh lainnya yang bertindak.

Akan tetapi fungsi mereka yang besar sekali dalam membangun Kerajaan Islam di Jawa, ikut pengaruhnya pada kebudayaan penduduk dengan luas dan dakwah dengan cara langsung, membuat beberapa wali songo ini semakin banyak dimaksud dibanding dengan tokoh yang lainnya.

Opini lainnya menjelaskan jika wali songo ialah satu majelis dakwah yang pertama-tama dibuat oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah). Wali songo ialah pembaharu penduduk pada eranya.

Dampak mereka dirasa dalam bermacam bentuk manifestasi peradaban baru penduduk Jawa, dari mulai kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, sampai kepemerintahan.

Mengenai beberapa nama wali songo yang popular diantaranya adalah Maulana Malik Ibrahim

Maulana Malik Ibrahim ialah keturunan ke-22 dari Nabi Muhammad SAW. Dia disebut juga sebagai Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Besar Thariqat Wali Songo. Dia diprediksikan lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal era ke-14. Dalam Babad Tanah Jawi versi Meinsma dijelaskan makna Asmarakandi, ikuti pengucapan lidah orang Jawa pada kata As-Samarqandy. Dalam narasi rakyat, ada yang mengatakan Kakek Bantal.

Maulana Malik Ibrahim biasanya dipandang seperti wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Dia mengajari beberapa cara baru bercocok tanam serta banyak merangkul rakyat umumnya, yakni kelompok penduduk Jawa yang tersisihkan diakhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berupaya menarik hati penduduk yang tengah dirundung krisis ekonomi serta perang saudara. Dia bangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik.

Pada tahun 1419, Malik Ibrahim meninggal dunia. Makamnya ada di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur. Jauh sebelum Maulana Malik Ibrahim hadir ke Pulau Jawa sebetulnya telah ada penduduk yang memeluk Islam di beberapa daerah pantai utara, termasuk juga di desa Leran. Hal tersebut dapat dibuktikan karenanya ada makam seseorang wanita bernama Fatimah Binti Maimun yang wafat pada tahun 475 Hijriyah atau pada tahun 1082 M.

Jadi sebelum jaman Wali Songo, Islam telah berada di pulau Jawa, yakni daerah Jepara serta Leran. Tapi Islam pada saat itu belum juga berkembang dengan besar-besaran. Maulana Malik Ibrahim yang lebih diketahui masyarakat ditempat menjadi Kakek Bantal itu diprediksikan hadir ke Gresik pada tahun 1404 M. Beliau berdakwah di Gresik sampai akhir wafatnya yakni pada tahun 1419 M.

Pada saat itu kerajaan yang berkuasa di Jawa Timur ialah Majapahit. Raja serta rakyatnya umumnya masih tetap beragama Hindu atau Budha. Beberapa rakyat Gresik telah ada yang bermacam Islam, tapi ada banyak yang beragama Hindu atau bahkan juga tidak beragama benar-benar. Dalam Dakwah, Kakek Bantal memakai langkah yang bijaksana serta taktik yang pas berdasar pada ajaran Al-Qur’an, yakni dengan hikmah (kebijakan) serta petunjuk-petunjuk yang baik dan dialog lewat cara yang baik.

Dari huruf-huruf Arab yang ada pada batu nisannya, bisa didapati jika Maulana Malik Ibrahim ialah si Kakek Bantal, penolong fakir miskin, yang dihormati beberapa pangeran serta beberapa sultan, pakar tata negara yang ulung. Hal tersebut tunjukkan begitu hebat perjuangan beliau pada penduduk, tidak cuma pada kelompok atas tetapi ikut pada kelompok rakyat bawah, yakni golongan fakir miskin.



Kalimat yang tercatat dimakamnya adalah seperti berikut: “inilah makam Almarhum Almaghfur, yang mengharap karunia Tuhan, kebanggaan beberapa Pangeran, beberapa Sultan serta beberapa Menteri, penolong beberapa fakir miskin, yang berbahagia kembali syahid, cemerlangnya lambang negara serta agama, Malik Ibrahim yang populer dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya dengan Rahmat-Nya serta Keridhaan-Nya, serta dimasukkan ke Surga. Sudah meninggal dunia di hari Senin 12 Rabiul Awal tahun 822 H.”

Menurut literatur yang ada, beliau ikut pakar pertanian serta pakar penyembuhan. Semenjak beliau ada di Gresik, hasil pertanian rakyat Gresik bertambah tajam. Beberapa orang sakit banyak yang disembuhkannya dengan daun-daunan spesifik. Sifatnya yang lemah lembut, welas asih, serta ramah tamah pada kebanyakan orang, baik sama-sama muslim atau non-muslim membuat populer menjadi tokoh penduduk yang begitu disegani serta dihormati.

Kepribadiannya yang baik itu yang menarik hati masyarakat ditempat hingga mereka bersama-sama masuk agama Islam dengan suka-rela serta jadi pengikut beliau yang setia.

Menjadi contoh, beliau melawan rakyat jelata yang pengetahuannya masih tetap pemula, beliau tidak menuturkan Islam dengan susah. Golongan pemula itu diarahkan untuk dapat memproses tanah supaya sawah serta ladang mereka bisa dipanen semakin banyak kembali.



Setelah itu mereka disarankan bersukur pada yang memberi rejeki yakni Allah SWT. Serta untuk menyiapkan kader umat yang nanti bisa melanjutkan perjuangan untuk menyebarkan agama Islam ke seluruh daerah di tanah Jawa serta seluruh wilayah di Nusantara, karena itu beliau selanjutnya membangun pesantren sebagai perguruan Islam, tempat mendidik serta menggembleng beberapa santri menjadi calon mubaligh.

Kebiasaan pesantren itu masih berjalan sampai saat ini. Beberapa ulama menggodok calon mubaligh di Pesantren yang diasuhnya. Jika orang menanyakan satu permasalahan agama pada beliau, beliau tidak menjawab dengan berbelit tetapi dijawabnya dengan gampang serta gamblang sesuai dengan pesan Nabi yang menyarankan supaya agama ditayangkan dengan gampang, tidak dipersulit, umat mesti dibikin senang, tidak ditakut-takuti.

Asep Rois
Informasi yang disampaikan dalam setiap postingan di blog ini memiliki kemungkinan untuk keliru dari yang sebenarnya. Sebaiknya lakukan koreksi sebelum mengambil isinya.

Related Posts

Posting Komentar

Subscribe Our Newsletter